tempat sementara untuk menuliskan kejadian yang berlangsung sementara dan dalam kita hidup di dunia yang sementara ini..

Selasa, 09 Maret 2010

tulisan kesepuluh

Mba..



Aku masih ingat betul, Mba. Tentang kata-katamu yang penuh dengan nasihat dan perkataan bijak, Mba. Yang masih kusimpan di temporary memory otakku, Mba. Saat itu dimana aku masih menjadi manusia yang baru mengenal hidup seperlima abad, Mba. Kita bertemu dalam riuhnya jejaring jagad lembar , Mba. Pertama kumenyapamu, Mba. Karena aku sedang mencari, sebagaimana yang sedang engkau cari, Mba. Kulihat, engkau begitu lihai menceritakan tentang hidup, Mba. Sehingga kuberanikan diri untuk mengenalmu, Mba. Dari mulai berbalas surat elektronik, Mba. Sampai akhirnya kauberikan nomor ponselmu, Mba. Bukan untuk yang lain, Mba. Untuk lebih bersama-sama memahami hidup, Mba. Itu katamu, Mba.

Dulu aku sempat bingung, Mba. Apa panggilan untuk namamu yang terlihat kelelaki-lelakian, Mba. Sempat kita berkonfrontir sebentar, Mba. Tapi itulah bumbu dalam tiap obrolan kita, Mba. Berbagai kata ganti telah kita pakai, Mba. Semua tergantung jenis topik yang sedang kita bicarakan, Mba. Adakalanya aku ragu, Mba. Benarkah ini engkau yang kukenal? Karena kadang engkau bergejolak membicarakan perjuangan, Mba. Tapi terkadang pula engkau menjadi wanita, seperti kebanyakan orang, Mba. Dulu kau bilang begini mba, “hmmmmm kamu lucu... kelihatan sekali kalau lagi
mencari, aku juga mencari, masa pencarianku ga akan berhenti kecuali aku mati, mencari kebenaran, mencari Tuhan, mencari cara untuk mempersembahkan penghambaan terbaik padaNya, dengan menyeret beribu luka sekalipun, dengan merangkul berbagai tantangan, dan bersahabaat dengan segala ujian, terkadang letih, maka harus berhenti sejenak merenungi segala yang telah dilewati, meyakinkan diri telah berubah. jangan pernah berubah, kecuali menjadi lebih baik...tetaplah meningkatkan amunisi, dan memperkuat benteng diri dengan amalan keseharian dalam berbagai refleksi pengabdian keilahian, dengan penghambaan, seperti yang ditunjukkan alQur'an dan Al Hadits, meski terkadang tetap syetan membisikkan goda dan menyeret kita pada kefuturan, damn the evil!
salam jihad.....jangan pernah meninggikan ekspektasimu pada manusia atau keadaan, sandarkan segala ekspektasimu hanya padaNya seidealis apapun, karena hanya Dia yang mampu...dan spirit kita tentunya, jangan lupa juga faith...
keyakinan bisa jadi motor atas segalanya, dan sangat menentukan hasil akhir
man jadda wa jadda -barang siapa bersungguh-sungguh...dia akan berhasil”

Benar, mba. Setiap manusia melalui tahap pencarian itu, Mba. Dan benar juga, Mba. Masa pencarian itu akan berakhir kala kita mati.

Satu lagi yang bisa kuingat, Mba. Tentang sikapmu yang kadang meninggi dan temperamental, Mba. Kalau tidak salah, engkau menyebutnya rebellist, Mba. Entah apa maksudmu sebenarnya kala itu, Mba. Tapi aku mafhum, Mba. Engkau yang lekat dengan kegiatan-kegiatan ekstraparlementer, Mba. Yang mungkin sudah mengubah cara pandang dan pola pikirmu terhadap hidup, Mba. Karena memang, Mba, apa yang kita serap, itulah yang kita keluarkan, Mba. Saat itu aku ingin mengundang seorang pembicara untuk kegiatan kampus, Mba. Engkau menyarankan agar dosen lokal saja, Mba. Tapi kupikir, itu tidak menjual, Mba. Lantas, ingatkah yang kau katakan, Mba? “kasian kalo gitu kampus lu malah jadi sarang kapitalis dan isinya orang2 pragmatis--rekrutmen pencukongan gaya baru--mencari kemapanan hidup, wajar aja ga ada dosen berkualitas, yang diajarin hal2 teknis doang ya??kan lu abis lulus juga jadi pegawai bayaran di kantor2 pemerintahan gitu??

Sekali lagi, aku kurang paham dengan perkataanmu saat itu, Mba. Engkau berkata pada konteks yang engkau pahami, bukan pada konteksku saat itu, Mba. Aku tidak habis pikir, Mba. Sebenarnya apa yang ada di dalam pikiranmu, Mba. Tapi lagi-lagi aku mafhum, Mba. Engkau seorang pemimpin pergerakan, Mba. Yang pria-pun tak sembarang bisa menampuknya. Aku sadar, Mba. Engkau punya prinsip dan batasan-batasan tersendiri untuk menjadi manusia. Sebagaimana manusia kebanyakan, Mba. Yang menjadikan suatu itu benar atau salah, Mba.

Rasa-rasanya, apa-apa yang kita diskusikan berujung kepada ketidaksepakatan,Mba. Entah itu sebagai cara agar kita bisa melanjutkan ke dalam pembicaraan berikutnya atau memang ego yang muncul dari masing-masing kita, Mba. Karena memang, Mba, yang kita bicarakan adalah hal-hal yang normatif, Mba. Yang bisa saja benar menurut pandangan masing-masing kita, Mba. Atau karena memang kedangkalan ilmuku, Mba. Bukan ilmumu, Mba. Karena kuyakin, engkau lebih paham dariku dalam berbagai hal, Mba. Seharusnya sampai saat ini kita masih bisa berdiskusi dengan sehat, Mba. Tidak usahlah dahulu kita melibatkan rasa, Mba. Maksudku begini, Mba, kita semestinya profesional, Mba. Berbicara dan berbagi hanya kepada apa yang kita bahas, Mba. Tak kurang, tak lebih. Tapi rupanya manusia punya banyak tipu daya, Mba. Dan kadang memang, Mba, manusia bisa menjadi makhluk yang mulia, bisa saja menjadi makhluk silap yang berkubang hina, Mba.

Aku merasa ada yang aneh di tiap diskusi kita, Mba. Dan mungkin kau merasakannya. Begini, jika engkau perhatikan, kita menggunakan bahasa sarkasme dan kelewat tinggi, Mba. Yang kadang kau atau aku sendiri kurang faham terhadp maksudnya. Dan terpikirkah, Mba? Itulah guyonan yang sangat tidak berguna dan hanya meninggikan diri sendiri saja, Mba. Puncaknya, Mba. Ketika kutanyakan maksud dari penulisan namaku dalam kontak surat elektronikmu, aku terheran-heran, Mba. Apa maksudmu dengan memberikan embel-embel kata posesif di depan namaku, Mba?

Apakah hanya sebuah penekanan terhadap perbedaan umur, karena engkau di atasku, Mba. Atau ada maksud lain, yang sampai sekarang tidak aku mengerti, Mba. Aku hanya bertanya satu hal saat itu, Mba: Apa maksudnya? Tapi, ingatkah apa yang engkau sampaikan setelahnya, Mba? Engkau berpikir aku telah menodai sebuah prinsip diskusi dan perjuangan, Mba. Engkau beranggapan aku sudah mengharapkan hal-hal tabu, Mba. Jujur saja, Mba. Saat itu tidak ada pemikiran yang terlintas mengenai kemungkinan itu. Tapi rupanya lingkungan-lah yang beperan terhadap pembentukan karakter ita, Mba. Sampai akhirnya kausampaikan-entah sebuah nasehat atau perpisahan-: ” ga pernah kutemui sesuatu apapun yang tersia yang dilakukan berdasar kefahaman. kecuali melihat sesuatu dari persepsi paradigmatis yang
dangkal dan sempit/ picik. dan hanya orang kerdil yang melihatnya demikian. Terima kasih atas perbincangan selama ini, hal ini telah menyadarkan memang tidak berguna berbicara dengan seorang yang memandang secara dangkal. Ini akan jadi yang terakhir, tanpa niatan di hati untuk memutus ukhuwah, biarlah jadi sesuatu untuk diambil hikmahnya saja..”

Entah aku yang tidak bisa menggapai pemikiranmu, Mba. Atau memang benar saat itu aku bepikiran picik, Mba. Tapi yang jelas, aku menghargai sebuah pemikiran orang, Mba. Boleh jadi engkau benar, Mba. Ada baiknya kita akhiri perdebatan yang tidak berujung ini, Mba. Karena kita sama-sama mencari pembelaan diri, Mba. Biarlah nantinya waktu yang akan mengajari kita, Mba. Karena seperti yang pernah kau ucapkan, Mba. Bahwasanya pembelajaran akan kita temui sepanjang kita masih menghembuskan nafas kita. Dan janganlah sekali-kali berhenti, sebelum salah satu kaki ini menapak ke Surga. Itu akan kuingat, Mba.

Biarlah ini sebagai salah satu peristiwa pembelajaran kita dalam hidup, Mba. Sebuah mosaik yang merangkai laju kehidupan kita sampai saat ini, Mba.

Kutulis surat ini, Mba, sebagai evaluasi diri, Mba. Ternyata aku tidak banyak berubah kepada hal yang lebih baik, Mba. Asumsi-asumsi yang engkau sampaikan dulu ternyata memang terjadi, Mba. Disinilah nurani menjadi muara untuk menguji, Mba. Mau jadi makhluk mulia, atau makhluk hina, Mba.

Walaupun kini sama sekali aku tidak mengetahui rimbamu, Mba. Tapi aku yakin engkau sudah menjadi manusia yang lebih baik dan paripurna, Mba. Tidak berlebihan, Mba. Tapi memang itu kenyataannya.

Biarlah nantinya kertas ini kumasukkan ke dalam botol lalu kularungkan ke samudera biar dihanyutkan oleh gelinjang ombak, Mba. Siapa tau akan mengantarkannya kepadamu yang mungkin sekarang sudah berada di negeri seberang seperti cita-citamu, Mba. Atau, nanti kulayangkan bersama merpati, Mba. Merpati khusus yang kutangkap dari taman kota dan kuikatkan begitu saja di kakinya. Sehingga, apabila kebetulan engkau melapor ke ibukota, engkau dapat menjangkaunya, Mba.

Baiklah, Mba. Semoga Allah senantiasa melindungimu dan memudahkan perjalanan hidupmu.

Salam.